YUNIHAR HAIRUNISA, S.Pd.
SMP NEGERI 35 BANJARMASIN, KALIMANTAN
SELATAN
Kemajuan zaman mendorong
perkembangan pesat di segala bidang, termasuk pada bidang literasi. Akhir-akhir
ini mulai sering didengungkan kegiatan literasi hingga pelosok negeri. Sebagai
salah satu bentuk kemirisan hati bahwa kenyataannya anak didik kita begitu tak berminat
dengan literasi. Padahal kegiatan ini begitu berpengaruh pada prestasi anak
negeri. Meski minim fasilitasi mungkinkah melek literasi mampu teratasi?
Meski teknologi digital
makin banyak ambil peran, namun buku sebagai bacaan tetap dibutuhkan. Tidak
semua anak didik memanfaatkan teknologi untuk media sumber bahan bacaan. Mereka
lebih suka memakai gawai untuk kegiatan media sosial atau untuk main game.
Tentu saja peran sebagai bahan bacaan elektronik mereka abaikan. Bahkan mereka
menganggap bahwa gawai tidak cocok jika digunakan untuk membaca buku. Meski
banyak waktu tersita untuk kegiatan-kegiatan yang tak bermutu.
Melihat kenyataan
tersebut maka adanya perpustakaan sekolah sebagai salah satu bentuk fasilitasi
sekolah yang mewadai berbagai bahan bacaan wajib diperhatikan. Perpustakaan
sangat dekat dengan anak didik sebagai sumber bahan bacaan. Seyogyanya banyak
hal yang perlu diperhtikan demi mendukung melek literasi dan meningkatkan
motivasi baca anak didik. Meskipun bedasarkan data
pokok pendidikan tahun 2020, jumlah sekolah yang berjumlah 436.722 jumlah
perpustakaan sekolah hanya 187.461 di Indonesia. Hal ini menunjukkan bahwa
dukungan untuk kegiatan literasi melalui perpustakaan sekolah belumlah memadai.
Meski
banyak inovasi yang dicetuskan oleh beberapa perpustakaan, namun keberadaannya
ternyata masih sangat minim dan memprihatinkan. Tak sedikit perpustakaan yang
hanya sebagai gudang tempat penumpukan barang. Banyak buku-buku lusuh tak
terawat membuat anak didik enggan mendekat. Adanya pun kadang seperti hidup
enggan mati tak mau, pilu. Padahal perpustakaan sebagai unsur penting dalam
Gerakan Literasi Sekolah, sebagai ujung tombak budaya literasi sebagai tempat
bahan bacaan bagi anak didik, pendidik, dan anggota sekolah lainnya. Selain
perpustakaan yang belum difungsikan secara maksimal, juga ketersediaan bahan
bacaan yang sangat terbatas membuat minat baca juga lepas. Kurangnya jam
istirahat yang dapat dimanfaatkan untuk membaca serta belum adanya program
khusus literasi di sekolah membuat kegiatan literasi tampak jauh panggang dari
api.
Gerakan
Literasi sekolah tak cukup hanya gembar-gembor tanpa adanya aksi. Aksi pun
sangat perlu fasilitasi. Sekolah besar pastinya akan mudah untuk merombak dan
menguapayakan perpustakaan yang menarik minat bauat anak didik. Namun, untuk
sekolah kecil? Meski dana terbatas, jika kita mau memulai maka aksi Gerakan
Literasi Sekolah mampu terwujud meski dimulai dari langkah-langkah kecil namun
pasti.
Diantaranya
aksi nyata yang penting dilakaukan adalah sekolah sebaiknya membuat program
khusus literasi yang dikelola oleh penanggungjawab khusus literasi. Program ini
sebaiknya didukung oleh guru-guru yang inovatif. Dukungan penuh dari guru yang
inovatif ini nantinya akan melahirkan kegiatan-kegiatan positif yang membangun
budaya literasi meski minim fasilitasi.
Program
baca buku seminggu sekali dapat diterapkan menggunakan jurnal mingguan bersinergi
dengan guru mata pelajaran bahasa Indonesia. Kegiatan ini harus diapresiasi
dengan baik dengan bentuk yang disesuaikan, misal pembaca buku terbanyak akan
mendapatkan hadiah buku bacaan. Selain itu pemenuhan beragam judul dan beragam
jenis buku juga mesti diprogramkan. Setidaknya minimal ada buku-buku baru
setiap setahun sekali selain buku mata pelajaran, sehingga anak didik tertarik
dengan buku. Buku sebaiknya disesuaikan dengan usia dan kegemaran anak.
Selanjutnya perlu membenahi tata letak dan dekorasi perpustakaan sehingga
menjadi tempat yang menyenangkan sehingga anak akan senang berkunjung.
Tapi,
apakah jika perpustakaan tidak ada lalu kegiatan literasi terpatahkan? Tentu
tidak. Banyak solusi sederhana yang bisa kita ambil sebagai langkah awal
membudayakan minat baca-tulis anak didik sebagai pendukung gerakan literasi di
sekolah. Guru mata peljaran Bahasa Indonesia bisa menggalakkan karya anak didik
berkaitan dengan materi pembelajarannya, seperti menulis cerpen. Karya anak
yang terbimbing dengan baik dikumpulkan dan dijilid menjadi sebuah kumpulan
cerpen sederhana yang bisa digunakan sebagai koleksi bahan bacaan. Selain
menambah bahan bacaan juga akan menambah semangat berkarya karena dapat
dinikmati oleh sesama, pastina aka nada rasa bangga. Guru juga bisa menyumbangkan
karya-karya mereka, atau koleksi mereka. Bisa juga mengunduh buku-buku atau
karya-karya lain dari internet yang dijilid dengan rapi. Meski
tertatih namun kita harus tetap melangkah pasti, demi melek literasi anak
negeri wujudkan prestasi. Jadi, literasi tetap mampu beraksi meski minim
fasilitasi. Yuk, mulai!
Download file
0 komentar:
Posting Komentar