FAUZI
ROHMAH, S. Pd.
SMP NEGERI 1 KUSAN HILIR
TANAH BUMBU, KALIMANTAN SELATAN
Bercerita seperti
mendongeng secara langsung atau membaca dongeng/cerita menjadi suatu kegiatan
yang sangat menarik. Anak-anak akan antusias mendengarkan cerita dari orangtua,
nenek, kakek atau orang lain. Tak jarang cerita-cerita itu masuk ke dalam dunia
hayal mereka, menjadi pengingat untuk nilai-nilai yang ditanamkan. Mampu
menjadi penyampai nilai karakter yang ingin ditumbuhkan. Tapi, itu dulu.
Sekarang kegiatan ini sangat jarang ditemui.
Sekarang zaman sangat cepat berkembang.
Anak-anak lebih tertarik dengan gadget. Banyak fasilitas yang membuat kegiatan
anak lupa waktu namun tanpa nilai positif. Berjam-jam kuat bermain game atau
yang lain. Sehingga kegiatan membaca terasa sangat membosankan dan buang waktu
saja.
Sementara literasi
membaca sangat dibutuhkan untuk mengembangkan aspek pengetahuan dan keterampilan
anak. Kenyataan di lapangan minat membaca pada anak sangat rendah karena
dipengaruhi oleh banyak faktor. Dari diri anak belum tumbuh suatu kesadaran
bahwa membaca itu penting. Kegiatan membaca terkalahkan dengan adanya gadget
yang lebih banyak menyajikan konten menarik. Faktor luarnya adalah kurangnya
dukungan dari orangtua, guru, sekolah, atau masyarakat, baik berupa penyediaan
fasilitas maupun contoh nyata suka baca dari pihak tersebut.
Secara fakta,
rendahnya minat baca ini juga sesuai dengan hasil uji literasi membaca mengukur
aspek memahami, menggunakan, dan merefleksi hasil membaca dalam bentuk tulisan
dalam PIRLS 2011 International Results in
Reading, Indonesia menduduki peringkat ke-45 dari 48 negara peserta dengan
skor 428 dari skor rata-rata 500. Kemudian uji literasi membaca dalam PISA 2009
menunjukkan anak Indonesia berada pada peringkat ke-57, sedangkan PISA 2012
berada pada peringkat ke-64 dari 65 negara. Menurut data PIRLS dan PISA,
khususnya dalam keterampilan memahami bacaan, menunjukkan bahwa kompetensi anak
Indonesia tergolong rendah.
Dari beberapa
kenyataan yang ada tersebut, terlihat bahwa praktik pendidikan yang dilaksanakan
di sekolah belum berfungsi sebagai wadah pembelajaran yang menjadikan warganya
sebagai manusia pembelajar sepanjang hayat. Untuk mewujudkan buadaya baca
sangat diperlukan dukungan dan upaya menyeluruh yang melibatkan berbagai pihak, yaitu baik dari warga sekolah (guru, anak,
orangtua/wali murid), maupun dari masyarakat, sebagai bagian dari ekosistem
pendidikan.
Literasi adalah
modal pembentuk sumber daya manusia yang berkualitas, produktif dan berdaya
saing, berkarakter, dan nasionalis. Pada dasarnya kegiatan literasi sangat
berkaitan erat dengan kemampuan berbahasa menyimak, berbicara, membaca, serta
menulis sebagai pintu pengembangan kegiatan literasi berikutnya. Namun pada
kenyataannya, dengan minat baca masyarakat Indonesia/anak yang rendah sehingga kemampuan
literasi pun rendah. Hal ini disebabkan oleh beberapa hal, seperti minat baca
guru rendah, kurang tersedianya buku-buku yang menarik, buku bacaan minim
jumlah dan ragamnya, fasilitas perpustakaan kurang memadai, serta kemampuan
guru dalam menerapkan pembelajaran berbasis literasi masih rendah.
Dari beberapa hal
di atas sudah nampak jelas akar permasalahan literasi di sekolah. Dengan begitu
untuk mewujudkan GLS, maka kita dapat memulainya secara bertahap. Tahapan dalam
GLS ini ada tiga, yaitu 1) tahap pembiasaan, 2) tahap pengembangan, dan 3)
tahap pembelajaran. Meskipun tahapan ini
sering kali berbeda dengan kenyataan di lapangan karena berkaitan dengan
kondisi sekolah yang berbeda, baik dari segi pembiayaan, maupun dari hal
penting lainnya.
Dengan banyaknya
akar permasalahan tersebut, kita sebagai guru Bahasa Indonesia dapat mengambil
peran khusus untuk membantu mengurainya. Biasanya, sekolah kecil sangat minim jenis/ragam
dan jumlah buku yang sesuai dengan minat anak. Kita dapat mengupayakan menyediakan
fasilitas buku kumpulan cerpen yang sesuai usianya yang sudah tersortir sebagai
bahan bacaan anak. Kita adakan program khusus literasi baca dengan membiasakan anak
untuk membaca cerpen secara intensif dari kumpulan cerpen tersebut. Hal ini
ditujukan untuk pembiasaan dan menumbuhkan minat baca serta penanaman karakter
dari nilai-nilai yang disampaikan dalam cerpen.
Anak diberikan
tugas untuk membaca secara intensif dari kumpulan cerpen yang sudah ditentukan
atau yang disediakan. Tugas ini ditentukan prosedurnya secara lengkap.
Dimasukkan dalam tugas portofolio anak. Kegiatan ini perlu dilaksanakan secara
bertahap dan berkesinambungan. Selain itu juga harus diapresiasi untuk
meningkatkan motivasi anak.
Membaca intensif
cerpen bisa dimulai dari mengungkap unsur-unsurnya seperti tokoh dan
karakternya, alur, terkhusus nilai yang didapatkan dari cerpen tersebut.
Kemudian guru perlu mengapresiasi dan menegaskan kembali berkaitan dengan
nilai-nilai karakter yang ada. Diperlukan juga himbauan untuk menerapkan dalam
kehidupan sehari-hari. Sebenarnya hal ini sudah ada dalam buku paket siswa di
bab akhir. Hanya saja belum maksimal dilaksanakan. Jika pembiasaan ini
berlanjut, maka tidaklah mustahil jika dengan membaca cerpen karakter anak
dapat terbentuk.
Download file
0 komentar:
Posting Komentar