Merdeka Belajar

Empat Program Pokok Mendikbud.

Publikasi Karya Anda

Kirim melalui: gurutraveler8@gmail.com

Waspada Covid19

Lindungi Diri, Lindungi Keluarga, Lindungi Sesama.

Kurikulum Merdeka

Profil Pelajar Pancasila.

Kurikulum Merdeka

Karakteristik KM.

Minggu, 02 Mei 2021

MENELISIK PERSOALAN PENDIDIKAN DI ERA MILENIAL

M. FAISAL RACHMAN, S.Pd.

SMPIT AR RAHMAN BANJARBARU

Menelisik persoalan pendidikan yang hadir pada kondisi sekarang merupakan tugas berat dan berkelanjutan. Guru sebagai pilar dan roda penggerak pendidikan perlu mengambil peran dalam persoalan ini. Sehingga ada beberapa hal yang harus dikuatkan oleh guru berkenaan dengan kemampuannya sebagai tenaga pendidik. Perilaku siswa yang variatif, siswa yang tidak memiliki bakat, konsentrasi dan daya serap siswa, serta kedisiplinan merupakan masalah yang sering terjadi di sekolah saat proses belajar mengajar.

Solusi-solusi telah dibuat dan diberikan kepada guru untuk menyiasati persoalan yang telah disebutkan sebelumnya. Namun, solusi-solusi yang telah diberikan tidak semuanya cocok untuk setiap guru di Indonesia secara umum. Oleh karena itu, persoalan yang sangat subjektif ini memerlukan solusi yang subjektif pula. Sebagai pendidik, guru dituntut untuk menemukan solusi dari masalahnya sendiri, seperti membuat forum musyawarah atau membuat kelompok kerja yang bertujuan untuk menyelesaikan masalah-masalah dalam dunia pendidikan secara umum dan masalah-masalah belajar pada siswa secara khusus.

Perilaku siswa yang variatif memaksa guru untuk mengobservasi situasi sebelum merencanakan pembelajaran. Sering kita temui saat mengajar, beberapa siswa perlu penanganan khusus. Ada siswa yang suka tidur di kelas, siswa yang tidak mampu memahami pelajaran seperti siswa lain, ada siswa yang punya masalah pada matanya sehingga ia harus lebih fokus dan memperlambat penyerapannya pada pelajaran. Selain persoalan teknis ada juga persoalan psikis, seperti masalah orang tua yang kurang memperhatikan pada pendidikan anak, sehingga ia tidak mendapat perhatian yang cukup. Masalah lain muncul pada anak yang secara ekonomi tidak berkecukupan, hal ini membuatnya harus berjuang sendirian untuk menempuh pendidikan dan tantangan zaman.

Guru sebagai pendidik harus melihat masalah-masalah ini sebagai variabel-variabel yang tidak terpisahkan dari proses belajar mengajar. Masalah ini menjadi bahan pertimbangan bagi guru dalam menyusun rencana pembelajaran. Solusi yang muncul pada saat pertimbangan sangat subjektif bergantung pada kasus di setiap guru. Hal ini bertujuan untuk menciptakan pembelajaran yang kondusif di kelas.

Konsentrasi dan daya serap siswa menjadi salah satu masalah paling sering ditemui saat proses belajar mengajar. Mengapa hal ini sering muncuat ke permukaan? Jawabannya sederhana, pembelajaran yang tidak menarik. Kemudian pertanyaan yang muncul kemudian adalah bagaiamana menciptakan pembelajaran yang menarik bagi siswa. Pertanyaan ini harus dijawab dan menjadi tugas para guru di era milenial saat ini. Zaman yang penuh dengan kejutan lompatan-lompatan teknologi menjadi solusi yang membantu, sekaligus persoalan yang harus diselesaikan oleh guru di setiap daerah.



Klik download file






BENTUK KARAKTER ANAK DENGAN MEMBACA CERPEN

 FAUZI ROHMAH, S. Pd.
SMP NEGERI 1 KUSAN HILIR
TANAH BUMBU, KALIMANTAN SELATAN

Bercerita seperti mendongeng secara langsung atau membaca dongeng/cerita menjadi suatu kegiatan yang sangat menarik. Anak-anak akan antusias mendengarkan cerita dari orangtua, nenek, kakek atau orang lain. Tak jarang cerita-cerita itu masuk ke dalam dunia hayal mereka, menjadi pengingat untuk nilai-nilai yang ditanamkan. Mampu menjadi penyampai nilai karakter yang ingin ditumbuhkan. Tapi, itu dulu. Sekarang kegiatan ini sangat jarang ditemui.

 Sekarang zaman sangat cepat berkembang. Anak-anak lebih tertarik dengan gadget. Banyak fasilitas yang membuat kegiatan anak lupa waktu namun tanpa nilai positif. Berjam-jam kuat bermain game atau yang lain. Sehingga kegiatan membaca terasa sangat membosankan dan buang waktu saja.

Sementara literasi membaca sangat dibutuhkan untuk mengembangkan aspek pengetahuan dan keterampilan anak. Kenyataan di lapangan minat membaca pada anak sangat rendah karena dipengaruhi oleh banyak faktor. Dari diri anak belum tumbuh suatu kesadaran bahwa membaca itu penting. Kegiatan membaca terkalahkan dengan adanya gadget yang lebih banyak menyajikan konten menarik. Faktor luarnya adalah kurangnya dukungan dari orangtua, guru, sekolah, atau masyarakat, baik berupa penyediaan fasilitas maupun contoh nyata suka baca dari pihak tersebut.

Secara fakta, rendahnya minat baca ini juga sesuai dengan hasil uji literasi membaca mengukur aspek memahami, menggunakan, dan merefleksi hasil membaca dalam bentuk tulisan dalam PIRLS 2011 International Results in Reading, Indonesia menduduki peringkat ke-45 dari 48 negara peserta dengan skor 428 dari skor rata-rata 500. Kemudian uji literasi membaca dalam PISA 2009 menunjukkan anak Indonesia berada pada peringkat ke-57, sedangkan PISA 2012 berada pada peringkat ke-64 dari 65 negara. Menurut data PIRLS dan PISA, khususnya dalam keterampilan memahami bacaan, menunjukkan bahwa kompetensi anak Indonesia tergolong rendah.

Dari beberapa kenyataan yang ada tersebut, terlihat bahwa praktik pendidikan yang dilaksanakan di sekolah belum berfungsi sebagai wadah pembelajaran yang menjadikan warganya sebagai manusia pembelajar sepanjang hayat. Untuk mewujudkan buadaya baca sangat diperlukan dukungan dan upaya menyeluruh yang melibatkan berbagai  pihak, yaitu baik dari warga sekolah (guru, anak, orangtua/wali murid), maupun dari masyarakat, sebagai bagian dari ekosistem pendidikan.

Literasi adalah modal pembentuk sumber daya manusia yang berkualitas, produktif dan berdaya saing, berkarakter, dan nasionalis. Pada dasarnya kegiatan literasi sangat berkaitan erat dengan kemampuan berbahasa menyimak, berbicara, membaca, serta menulis sebagai pintu pengembangan kegiatan literasi berikutnya. Namun pada kenyataannya, dengan minat baca masyarakat Indonesia/anak yang rendah sehingga kemampuan literasi pun rendah. Hal ini disebabkan oleh beberapa hal, seperti minat baca guru rendah, kurang tersedianya buku-buku yang menarik, buku bacaan minim jumlah dan ragamnya, fasilitas perpustakaan kurang memadai, serta kemampuan guru dalam menerapkan pembelajaran berbasis literasi masih rendah.

Dari beberapa hal di atas sudah nampak jelas akar permasalahan literasi di sekolah. Dengan begitu untuk mewujudkan GLS, maka kita dapat memulainya secara bertahap. Tahapan dalam GLS ini ada tiga, yaitu 1) tahap pembiasaan, 2) tahap pengembangan, dan 3) tahap pembelajaran.  Meskipun tahapan ini sering kali berbeda dengan kenyataan di lapangan karena berkaitan dengan kondisi sekolah yang berbeda, baik dari segi pembiayaan, maupun dari hal penting lainnya.

Dengan banyaknya akar permasalahan tersebut, kita sebagai guru Bahasa Indonesia dapat mengambil peran khusus untuk membantu mengurainya. Biasanya, sekolah kecil sangat minim jenis/ragam dan jumlah buku yang sesuai dengan minat anak. Kita dapat mengupayakan menyediakan fasilitas buku kumpulan cerpen yang sesuai usianya yang sudah tersortir sebagai bahan bacaan anak. Kita adakan program khusus literasi baca dengan membiasakan anak untuk membaca cerpen secara intensif dari kumpulan cerpen tersebut. Hal ini ditujukan untuk pembiasaan dan menumbuhkan minat baca serta penanaman karakter dari nilai-nilai yang disampaikan dalam cerpen.

Anak diberikan tugas untuk membaca secara intensif dari kumpulan cerpen yang sudah ditentukan atau yang disediakan. Tugas ini ditentukan prosedurnya secara lengkap. Dimasukkan dalam tugas portofolio anak. Kegiatan ini perlu dilaksanakan secara bertahap dan berkesinambungan. Selain itu juga harus diapresiasi untuk meningkatkan motivasi anak.

Membaca intensif cerpen bisa dimulai dari mengungkap unsur-unsurnya seperti tokoh dan karakternya, alur, terkhusus nilai yang didapatkan dari cerpen tersebut. Kemudian guru perlu mengapresiasi dan menegaskan kembali berkaitan dengan nilai-nilai karakter yang ada. Diperlukan juga himbauan untuk menerapkan dalam kehidupan sehari-hari. Sebenarnya hal ini sudah ada dalam buku paket siswa di bab akhir. Hanya saja belum maksimal dilaksanakan. Jika pembiasaan ini berlanjut, maka tidaklah mustahil jika dengan membaca cerpen karakter anak dapat terbentuk.

Download file